PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai
tugas dari ibu Zahro selaku dosen Pengantar Study Islam kepada mahasiswa prodi fisika 2013.Makalah ini dikerjakan secara
kelompok dan kelompok kami membahas tentang “gender dalam
perspektif Islam”. Ibu Zahro melatih kami untuk terbiasa menjalin kerjasama dengan
orang lain, bagaimana berorganisasi (berkelompok), bagaimana mengungkapkan
pendapat dalam kelompok, mengatur jadwal, dan lain-lain.
Latar belakang lain, makalah ini bermaksud untuk
mengingat dan mendalami lagi tentang gender. Gender itu apa? Seperti apa? Kaitannya
dalam Islam, serta
integrasi-interkoneksinya dalam Al Qur’an dan Al Hadis.
Ilmu pengetahuan dianalogikan seperti sebuah sungai yang
mengalir menuju lautan lepas. Dimana awalnya tidak begitu luas, seiring air
berjalan kita akan menuju ke luasnya samudra. Kami juga berharap semoga makalah
ini bisa menjadi bekal bagi kami untuk lebih berpengetahuan lagi, bijak lagi,
dan nilai filosofinya dapat kita terapkan dalam kehidupan.Meski tidak
dipungkiri ilmu-ilmu ini belum teraplikasi sempurna.
Untuk itu kami berharap ada orang-orang (mungkin kami
sendiri, teman-teman kami, atau yang lain) yang mendalami prinsip-prinsip gender dan mengembangkannya untuk kemaslahatan
umat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui Pengertian Gender
2. Geder dalam pandangan islam
3. Kesetaraan hubungan antara
laki-laki dan perempuan
4. Alasan munculnya Gendar
5. Upaya penaggulangan dampak
negatif dari munculnya Gender dalam Islam
6. Sejarah perjuangan perempaun
menuju kesetaraan di indonesiah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. GENDER
1.
Pengertian Gender
Dari segi etimologi,
kata gender berasal dari bahasa inggris “gender” yang berarti jenis kelamin.
Berdasarkan arti kata tersebut, gender sama dengan seks yang juga berarti jenis
kelamin. Namun, banyak dari para ahli yang meralat definisi ini.Artinya, kata “gender”
tidak hanya mencakup masalah jenis kelamin.tapi lebih dari itu, analisis gender
lebih menekankan pada lingkungan yang membentuk pribadi seseorang. Berikut ini
pendapat dari para ahli tentang definisi gender:
a.
DalamWebster’s New
World Dictionary, gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dari segi nilai dan perilaku.
b.
Dalam Women’s
Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep budaya
pada suatu masyarakat tertentu yang berupaya membedakan laki-laki dan perempuan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional yang
berkembang dalam masyarakat tersebut.
c.
Menurut Ivan Illich,
gender merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar jenis kelamin. Gender mencakup
segala hal tentang pebedaan laki-laki dan perempuan yang bersumber pada tempat,
waktu, lingkungan, serta kebudayaan.
d.
Mansoer Fakih
(2006:71) berpendapat bahwa gender adalah sifat/karakter yang yang telah
tertanam dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan) yang dikonstruksikan
secara sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat.
e.
Santrock (2003:365)
mengemukakan bahwa istilah gender dan seks memiliki perbedaan dari segi
dimensi. Istilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang
laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi social budaya
seorang laki-laki dan perempuan.
f.
Moore
(Abdulloh,2003:19) mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks dan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis.
g.
Baron (2000: 188)
mengartikan gender bahea gender merupakan sebagian dari konsep diri yang
melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
h.
John M. Echols &
Hasan Sadhily mengemukakan bahwa kata gender berasal dari bahasa inggris yang
berarti jenis kelamin
i.
Rahmawati (2004:19).
Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.
Berdasarkan berbagai
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang
mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari
pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi sosial,
adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku). Misalnya, dalam suatu masyarakat
terkenal suatu prinsip bahwa seorang laki-laki harus kuat, mampu menjadi
pemimpin, rasional, dan segala sifat lainnya. Sementara itu, seorang perempuan
dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, penuh keibuan, peka terhadap keadaan,
dll. Dan pembentukan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan
dari tempat ke tempat yang lain.
Jadi, istilah perbedaan gender sangat tergantung pada
kondisi lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, perbedaan gender dibentuk
oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis).Gender adalah
perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang
merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan
jaman.Gender
adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan
dimensi social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku.
B.
GENDER DALAM ISLAM
Agama islam sendiri
tidak pernah mendiskriminasi keberadaan perempuan. Justru agama islamlah yang
membebaskan perempuan dari kebudayaan jahiliyah dimasa lampau.Seperti yang kita
tahu tentang kondisi perempuan pada masa jahiliyah.Apabila suatu masyarakat
melahirkan seorang perempuan maka itu merupakan suatu aib sehingga perempuan
terkadang harus dibunuh hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri.Berlanjut dengan
eksistensi Nabi SAW yang membawa rahmat bagi seluruh alam.Posisi perempuan
menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan martabatnya.Ini lah yang patut
menjadi refleksi bagi kita sebagai muslimin muslimat untuk menjaga ajaran yang
dilakukan oleh utusan Tuhan kita yaitu Nabi SAW yang tidak pernah melakukan
diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan.
Persepsi masyarakat
mengenai status dan peran perempuan masih belum sepenuhnya sama. Ada yang
berpendapat bahwa perempuan harus berada di rumah, mengabdi pada suami, dan
mengasuh anak-anaknya.Namun ada juga yang berpendapat bahwa perempuan harus
ikut berperan aktif dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan bebas melakukan
sesuai dengan haknya. Fenomena ini terjadi akibat belum dipahaminya konsep
relasi gender.
Dalam Agama Islam juga
timbul perbedaan pandangan karena terdapat perbedaan dalam memahami teks-teks
Al-Qur’an tentang Jender.Nabi Muhammad SAW,datang membawa ajaran yang
menempatkan wanita pada tempat terhormat,setara dengan laki-laki.Beberapa
ayat-ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa wanita sejajar dengan laki-laki seperti :
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka akan Kami berikan mereka kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka
lakukan.”(Q.S. Al-Nahl:97)
“Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu sekalian, kaum laki-laki dan
perempuan.”(Q.S.Ali Imran:195)
Seharusnya dapat dipahami
bahwa Allah SWT tidak mendiskriminasi hamba-Nya. Siapapun yang beriman dan
beramal saleh akan mendapat ganjaran yang sama atas amalnya.Dalam konteks ini
laki-laki tidak boleh melecehkan wanita atau bahkan menindasnya.
Pada dasarnya wanita
memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan laki-laki,namun wanita memang
diciptakan Allah dengan suatu keterbasan dibanding laki-laki. Maka dari itu
tugas kenabian dan kerasulan tidak dibebankan kepada wanita karena perasaan
sensitif yang dimiliki wanita.Dalam suatu ayat dijelaskan
“Kaum laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(Q.S. Al-Nisa’:34)
Secara teologis, Allah
menciptakan wanita dari “unsur” pria (wa khalaqa minha zaujaha)(Hasbi
Indra,2004:5).Sehingga pada dasarnya laki-laki memililiki kelebihan daripada
wanita. Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung jawab laki-laki untuk
membela dan melindungi wanita.Namun segala kekurangan yang ada dalam wanita
tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam kesetaraan Gender.
Berikut adalah
pandangan Islam terhadap kaum perempuan:
a.
Perempuan sebagai individu.
Al-qur’an menyoroti perempuan
sebagai individu.Dalam hal ini terdapat perbedaan antara perempuan dalam
kedudukannya sebagai individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat.
Al-qur’an memperlakukan baik individu perempuan dan laki-laki adalah sama,
karena hal ini berhubungan antara Allah dan individu perempuan dan laki-laki
tersebut, sehingga terminologi kelamin(sex) tidak diungkapkan dalam masalah
ini. Pernyataan-pernyataan al-Qur’an tentang posisi dan kedudukan perempuan
dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagaimana berikut:
1)
Perempuan adalah
makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban samauntuk beribadat kepadaNya
sebagaimana termuat dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56.
2)
Perempuan adalah
pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S. An-naba’ayat 8.
3)
Perempuan bersama-sama
dengan kaum laki-laki juga akan mempertanggungjawabkan secara individu setiap
perbuatan dan pilihannya termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95.
4)
Sama halnya dengan
kaum laki-laki mukmin, para perempuan mukminat yang beramal saleh dijanjikan
Allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia danabadi di surga. Sebagaimana
termuat dalam Q.S. An-Nahl ayat 97.
5)
Sementara itu,
Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan adalah saudara kandung kaum
laki-laki dalam H.R. Ad-Darimy dan Abu Uwanah.
Dalam
ayat-ayat-Nya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya kedudukan dan
statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap kaum
laki-laki dan perempuan adalah sama dimana hak istri adalah diakui secara adil(equal)
dengan hak suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban atas
perempuan,dan kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban atas laki-laki.
Karena hal tersebutlah maka Al-Qur’an dianggap memiliki pandangan yang
revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, yakni memberikan keadilan hak
antara laki-laki dan perempuan.
b.
Perempuan dan Hak Kepemilikan
Dalam Mansour Fakih
(ed), Membincang Feminisme Diskursu Gender Persfektif Islam, Islam
sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan
keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam hal pengambilan
keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak ekonomi, yakni
untuk memiliki harta kekayaannya sendiri, sehingga dan tidak suami ataupun
bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam
An-Nisa’ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia
yang telah dilebihkanAllah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.
(Karena) bagi laki-laki adabagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan (pun) ada bagian dariapa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah
sebagian dari karuniaNya.Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kepemilikan
atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui warisan ataupun yang
diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau maskawin dalam Islam harus
dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan tidak bisadiambil kembali oleh
suami.Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang kelipatan bagian kaum pria dibanding
kaum perempuan dalam hal harta warisan, sebagaimana yang tertulisdalam
Al-Qur’an, maka rujukannya adalah watak kaum pria dalam kehidupan, ia menikahi
wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya selain ia
jugabertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarganya
itu.Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian sebesar bagian untuk dua
orang,sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami, maka seluruh kebutuhannya
ditanggungoleh suaminya, sedangkan bila ia masih gadis atau sudah janda, maka
kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang ia peroleh, ataupun kalau
tidak demikian, iabisa ditanggung oleh kaum kerabat laki-lakinya. Jadi
perebedaan yang ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul karena karekteristik
tanggung jawab mereka yang mempunyai konsekwensi logis dalam pembagian warisan.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Islam memberikan jaminan yang penuhkepada kaum
wanita dalam bidang keagamaan, pemilikan dan pekerjaan, dan realisasinya dalam
jaminan mereka dalam masalah pernikahan yang hanya boleh diselenggarakan dengan
izin dan kerelaan wanita-wanita yang akan dinikahkan itutanpa melalui paksaan.
“Janganlah menikahkan janda sebelum diajak musyawarah,dan janganlah
menikahkan gadis perawan sebelum diminta izinnya, dan izinnyaadalah sikap
diamnya” (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan
Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita dengan semangat kemanusiaan
yang murni, bukan disertai dengan tekanan ekonomis atau materialis. Islam
justru memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa kaum wanita hanyalah sekedar
alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam memerangi kebiasan penguburan hidup
anak-anak perempuan, dan mengatasinya dengan semangat kemanusiaan yang murni,
sehingga ia mengharamkan pembunuhan seperti itu.
c.
Perempuan dan Pendidikan
Islam memerintahkan
baik laki-laki maupun perempuan agar berilmu pengetahuan dan tidak menjadi
orang yang bodoh.Allah sangat mengecam orang-orang yang tidak berilmu
pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan.Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zumar
ayat 9. Kewajiban menuntut ilmu juga ditegaskan nabi dalam hadis yang artinya,“Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap laki-laki dan perempuan”(HR.Muslim). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Islam justru menumbangkan suatusistem sosial
yang tidak adil terhadap kaum perempuan dan menggantikannya dengan sistem yang
mengandung keadilan. Islam memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki
dari segi kemanusiannya. Islam memberi hak-hak kepada perempuan sebagaimana
yang diberikan kepada kaum laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada
keduanya.
d. Menjadi Kepala Rumah
Tangga
Dalam suatu riwayat disebutkan :“Setiap
manusia keturunan Adama adalah kepala, maka seorang pria adalah kepala
keluarga, sedangkan wanita adalah kepala rumah tangga.”(HR Abu Hurairah).Artinya
kodrat wanita sebagai istri kelak akan menjadi kepala rumah tangga yang mana
seorang istri melakukan tugas-tugas yang tidak dapat dilakukan suami seperti :
memasak, mencuci, mengurus rumah tangga,mengasuh anak-anak dan lain-lain.Selain
tugas wanita menjadi seorang istri yang mengabdi kepada suami,juga beribadah
kepada Allah.Pada dasarnya beribadah inilah merupakan tugas utama.
e. Sebagai Ibu dari Anak-Anaknya.
Salah satu kodrat wanita yang cukup berat
adalah saat wanita harus mengandung dan melahirkan.Bahkan karena sangat susah
payahnya wanita dalam melahirkan hingga sampai bertaruh nyawa Allah menjanjikan
pahala yang sama seperti para syuhada.Kedua hal ini merupakan kodrat wanita
yang sangat mulia.Namun tidak berhenti cukup disitu,peran yang sebenarnya
adalah dikala wanita menjadi ibu yang dapat mendidik anaknya menjadi anak yang
cerdas,berakhlak dan taat dalam agamanya.
C. KESETARAAN HUBUNGAN
ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DALAM ISLAM
Di dalam ayat-ayat Al Qur an maupun hadits
nabi yang merupakan sumber ajaran Islam terkandung nilai-nilai universal yang
menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan yang akan datang.
Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan,
kesetaraan dsb. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak
pernah mentolerir adanya perbedaan dan perlakuan diskriminasi di antara umat
manusia.
Pada dasarnya semangat hubungan antara
laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal).Oleh karena
itu subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang
berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat
keadilan yang diajarkan Islam.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran
sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat Al Qur an dan hadits yang melarang
perempuan aktif di dalamnya. Sebaiknya Al Qur an dan hadits banyak
mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Dengan demikian keadilan gender adalah suatu
kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat mengaktualisasikan dan
mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara. Keadilan dan kesetaraan
gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang memposisikan laki-laki dan
perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan yakni :
a. Laki laki dan
perempuan adalah sama-sama sebagai hamba.
Dalam alqur’an (Az- Zariyat: 56)
disebutkan : ‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supayamereka menyembahku’’. Dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Qur’an biasa
diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
b. Laki-laki dan
perempuan sebagai khalifah di bumi.
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka
bumi ini adalah di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta
mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi, sebagaimana
tersurat dalam Alqur’an (Al-An’am: 165) : “Dan dialah yang menjadikan kalian
penguasa penguasa di bumi danDia meninggikan sebahagian kalian atas sebahagian
yang lain beberapa derjat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepada
kalian. SesungguhnyaTuhan kalian amat cepat siksaanNya dan sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagiMaha Penyayang”.
Juga dalam Alqur’an (al-Baqarah: 30)
disebutkan : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat:Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
Merekaberkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang
yangmembuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu
senantiasabertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman, sesungguhnya
akumengetahui apa yang tidak kalian ketahui:”.
c. Laki-laki dan
Perempuan menerima perjanjian primordial.
Menjelang sorang anak manusia keluar dari
rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya.
Disebutkan dalam Alqur’an (Al-A’raf: 172): “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anakAdam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka(seraya berfirman) Bukankah Aku ini TuhanMu?
Mereka menjawab: Betul (EngkauTuhan kami), kami menjadi saksi.(Kami lakukan).
Sesungguhnya kami (Bani Adam)adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”.
Dalam Islam tanggung jawab individual dan
kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan.Sejak awal
sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi kelamin.
Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.
d. Laki-laki dan
perempuan berpotensi meraih prestasi.
Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan
perempuan untuk meraih peluang prestasi. Disebutkan dalam Alquran (Al-Nisa:
124) : “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-lakimaupun
wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalamsurga dan
mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.
Juga (Al-Nahl: 97): “Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman,
Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Juga (al-Mu’min:40): “Barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding
dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik
laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan
masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”.
e. Laki-laki dan
perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.“ (An Nahl : 97)
f. Adam dan hawa dalam
cerita terdahulunya.
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan
buah itu) dengan tipu daya.Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu,
nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya
dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah
Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"( Al A’raaf : 22)
g. Laki-laki dan perempuan
mempunyai persamaan dalam hak kehormatan.
(surat Al Hujurat ayat 11) “Hai orang-orang
yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang lalim.”
(Surat Al Hujurat ayat 12) “Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya.Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
h. Laki-laki dan
perempuan mempunyai persamaan hak berpolitik.
(Surat atTaubah ayat 71) “Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong
bagi sebagian yang yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
pada Allah dan Rasul-Nya.Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang
ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang
spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu
jenis kelamin saja.
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya
perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan
pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi
fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun
perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan
yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan
faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua
insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan
sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang
lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan
oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu
hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui
anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada
peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum
laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.
Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam,
hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas
seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan
ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan
setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan
atas semua amal yang dikerjakannya.
Adapun dalil-dalil dalam Al Qur an yang mengatur dalam
kesetaraan gender adalah:
a. Tentang hakikat
penciptaan laki-laki dan perempuan.
Surat Ar Ruum:21, surat An Nisaa:1, surat
hujurat:13 yang intinya berisi bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia
berpasang-pasangan yaitu laki-laki dan perempuan supaya mereka hidup
tenang dan tentram agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih
mengasihi. Menunjukkan hubungan yang saling timbal balik antara laki-laki dan
perempuan dan tak ada satupun yang superioritas.
b. Tentang kedudukan dan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Surat Al Imran :195, An Nisaa: 124, surat An
Nahl : 97, Surat At taubah : 71-72, Al Ahzab : 35. Ayat-ayat tersebut
menunjukkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menegakkan nilai-nilai Islam
dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah juga memberikan peran dan
tanggungjawab yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan
kehidupan spiritualnya. Dan Allah memberikan sanksi yang sama terhadap
perempuan dan laki-laki untuk semua kesalahan yang dilakukannya. Kedudukan dan
derajat antara laki-laki dan perempuan di mata Allah Swt adalah sama yang
membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.
Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi
masyarakat. Keadilan dalam masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al Qur an
tidak mentolerir segala bentuk penindasan baik berdasarkan kelompok etnis,
warna kulit, suku bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin. Dengan demikian
terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau
menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan.
D. ALASAN MUNCULNYA
GENDER
Berikut dijelaskan sebab-sebab munculnya
gender:
1. Ketidaktahuan bahwa
perempan memiliki kebebasan.
Ketidaktahuan selalu menjadi substansial dalam
kehidupan manusia. Sebenarnya sejarah telah mengajarkan bahwa jauh sebelum
islam datang, wanita telah memainkan peran yang cukup signifikan dalam bidang
sosial ekonomi sebagaimana kita lihat dalam sosok konglomerat wanita Khadijah
r.a, istri pertama Nabi Muhammad SAW. Kita smua tahu bahwa sebelum menjadi
Nabi, Nabi Muhammad bekerja untuk Khadijah. Sehingga sulit dipahami bila islam
tidak memiliki gambaran wanita bekerja.
Seperti yang dikemukakan N.M. Shaikh dalam
bukunya Woman in Muslim Sociaty menjelaskan bahwa “wanita juga bebas
berpartisipasi dalam aktivitas industri. Istri Abdullah Ibnu Mas’ud menjalankan
sebuah perusahaan dengan sangat sukses dan dia dapat menopang suami dan
anak-anaknya dengan income yang diperoleh”
Istri-istri Nabi, tertama Aisyah, telah
menjalankan peran politik penting. Umar bin Khotob pernah melihat Aisyah
berjalan-jalan disekitar garis peperangan di seberang parit (ketika terjadi
perang khandak). Selain aisyah ada Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laylah
al-Ghaffariyah, dll
2. Kemandekan tafsir ayat
Al-qur’an dan Hadits Nabi SAW.
Kemandekan tafsir terhadap ayat al-qur’an
(surat an-nisa:34) yang disinyalir berisi konsep kepemimpinan keluarga. Opini
yang sementara ini dianggap mapan dikalangan umat islam adalah bahwa laki-laki
adalah pemimpin keluarga sehinggi wajar kalau istri harus taat pada suami.
Itu telah digugat Dr. Zaitunah Subhan,
misalnya yang cenderung mengartikan kata “qawwamuna” dengan ayat tersebut
dengan makna penopang, pengayom, dan penegak, penanggung jawab dan penjamin,
ini bila dikaitkan dengan kewajiban memberi nafkah.
Selanjutnya Zaitunah juga menggugat makna kata
“al-rijal”. Menurutnya kata ini bukan semata-mata bentuk jamak (plural) dari
“rajul”, tapi bisa juga dari kata “rijil” (kaki) dan “rajil” yang merujuk pada
makna “orang yang berusaha, mencari rizki”.
E. UPAYA
PENANGGULANGAN DAMPAK NEGATIF DARI MUNCULNYA GENDER DALAM ISLAM
1.
Ibu sebagai Pusat
Pendidikan.
Untuk mengembalikan
nilai kerakyatan dan kemanusiaan pendidikan, Athiyah berpendapat bahwa
pendidikan harus dipusatkan pada ibu.Apabila perempuan terdidik dengan baik,
niscaya pemerataan pendidikan telah mencapai sasaran.Sebab, ibu adalah pendidik
pertama dan utama dalam keluarga.Minim sekali orang yang terlepas dari
jangkauan ibunya.Ibu adalah sekolah bagi rakyat tanpa mengenal lelah, ekonomi,
waktu dan dilakkukan penuh kasih sayang.Padahal inti demokrasi tertinggi adalah
saat keterbukaan, kerelaan dan persaudaraan telah mencapai tingkat kasih
sayang.Peran ini adalah pendidikan nonformal yang biasa dilakkukan perempuan di
rumah.
Presiden Tanzania,
Nyerere pernah mengatakan, “Jika anda mendidik seorang laki-laki, berarti anda
telah mendidik seorang person, tetapi jika anda mendidik seluruh orang
perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga.”Kondisi
tersebut tidak bisa diperoleh lewat pendidikan yang meninggalkan nilai
persamaan dan kemanusiaan.
Sering dipahami bahwa
perempuan didominasi perasaan daripada rasio.Karenanya mereka cenderung
sensitive, berbeda dengan laki-laki yang lebih rasional karena yang dominan
dalam dirinya adalah rasio sehingga perempuan tidak membutuhkan pendidikan yang
tinggi yang melibatkan rasio tersebut.Sebenarnya, kondisi yang sering disalah
tafsirkan ini dari sisi kemanusiaan malah menunjukkan sebaliknya, yaitu
perempuan memliki beberapa kelebihan diantaranya adalah lebih berperannya
hati.Padahal, hati merupakan penentu nilai baik-buruk individu.Mereka yang
dekat dengan alam, tekun dan teliti.Banyak bidang-bidnag yang membutuhkan
kelebihan-kelebihan tersebut.
Di samping itu, dengan
hati nurani juga seseorang membongkar kemunafikan. Bila hati nurani jernih dan
bersih, pasti sesuai dan sama dengan hati nurani bangsa serta rakyat secara
keseluruhan. Memang, perempuan cenderung emosional dan sensitive. Karenanya,
dengan hati dan kesensitivannya mereka mendapatkan firasat-firasat keibuan yang
membuatnya menjadi peka dan memiliki intuisi tajam akan apa yang ada di
permukaan dan kasih sayang. Hal inilah yang menjadi inti dari nilai
kemanusiaan.
Pusat pendidikan pada
ibu, dapat memberi kepekaan diatas sebagaimana kata Rukmini, “Ibulah yang
pertama kali tekun mendidik saya untuk memahami dunia dan kehidupan ini sebagai
keutuhan sistem.Beliau selalu mengajak saya bangun pada malam hari melihat
bintang dan menjelaskan soal jagad gededan kaitannya dengan jagad
cilik. Dari beliau saya bisa belajar mengenai bagaimana memahami keberadaan
hidup ini dengan cara pandang yang taembus ruang dan waktu.”Dengan kasih
sayangnya Rukmini melakukan pembelaan terhadap siapa yang lemah dan tertindas.
Kepedulian seperti itu tak akan dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki hati
nurani.
2.
Reintepretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bisa gender
dilakukan secara kontinu agar ajaran agama tidak dijadikan justifikasi sebagai
kambing hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang.
3.
Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis
antara laki-laki dan perempuan, demikian pula kurikulum local dengan berbasis
kesetaraan, keadilan dan keseimbangan. Kurikulum disusun sesuai dengan
kebutuhan dan tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan Taman
Kanak-Kanak sampai ketingkat Perguruan Tinggi.
4.
Pemberdayaan kaum perempuan di sector pendidikan informal
seperti pemberian fasilitas belaja rmulai di tingkat kelurahan sampai kepada
tingkat kabupaten disesusaikan dengan kebutuhan daerah.
5.
Pemberdayaan disektor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
keluarga terutama dalam kegiatan industri rumah tangga. Dengan demikian akan
menghilangkan ketergantungan ekonomi kepada laki-laki karena salah satu
terjadinya marginalisasi pada perempuan adalah ketergantungan ekonomi keluarga
kepada laki-laki.
6.
Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara
intensef untuk menghilangkan melek politik bagi perempuan. Karena masih ada
anggapan bahwa politik itu hanya milik laki-laki dan politik itu adalah
kekerasan, padahal sebaliknya politik adalah seni untuk mencapai
kekuasaan.Dengan demikian kuota 30% sesuai dengan amanah Undang-Undang segera
terpenuhi, mengingat pemilih terbanyak adalah perempuan.
7.
Pemberdayaan disektor keterampilan, baik keterampilan untuk
kebutuhan rumah tangga maupun yang memiliki nilai jual ditingkatan, terutama
kaum perempuan di pedasaan agar terjadi keseimbangan antara perempuan yang
tinggal di perkotaan dengan pedesaan sama-sama memiliki keterampilan yang
relative bagus.
8.
Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga
lebih intens dilakukan agar kaum perempuan mengetahui hak dan kewajiban yang
harus dilakukan sesuai dengan amanah dari UUK.
F. SEJARAH
PERJUANGAN PEREMPUAN MENUJU KESETARAAN DI INDONESIA
Perempuan Indonesia juga memiliki catatan
sejarah tersendiri dalam memperjuangkan hak gender di Indonesia. Berikut
adalah penjelasannya :
1. Sebelum perang dunia
II
R.A Kartini (21 April 1879-17 september 1904)
oleh kaum indonesia dianggap sebagai kaum pelopor. Terbukti dengan surat-surat Habis
Gelap Terbitlah Terang tentang cita-citanya seputar perempuan indonesia.
2. Sesudah perang dunia
II
Banyak organisasi-organisasi perempuan yang
yang ditujukan untuk membantu proses kemerdekaan RI. Contohnya Kowani (Kongres
Wanita Indonesia) dan KPI (Kongres Perempuan Indonesia) yang mendiskusikan
tentang RUU Perkawinan yang berkeadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gender
adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan
perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari
masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku).
Gender dalam islam di
tegaskan bahwa Islam sejak awal sudah memberikan hak-hak pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya secara
implicit kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai hak dasar manusia yang di
anugrahkan Allah SWT padanya, yang disini dapat di simpulkan menjadi tiga
prinsip utama, persamaan manusia, martabat manusia dan kebebasan manusia.
Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi
masyarakat. Keadilan dalam masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al Qur an
tidak mentolerir segala bentuk penindasan baik berdasarkan kelompok etnis,
warna kulit, suku bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin. Dengan demikian
terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau
menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan.
B.
Saran
Dari uraian masalah
tersebut penulis menyadari banyak sekali kekurangannya.Untuk itu penulis mengharapkan
kepada pembaca untuk meneliti dan mengkaji lagi masalah yg berhubungan dengan
ini, supaya pembaca dapat wawasan yang lebih luas.Selain itu, penulis sangat
mengharapkan keritik dan sarannya untuk perbaikan dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Istibsyaroh, 2004, Hak-Hak
Perempuan, Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta:Teraju
Sukri, Sri Suhandjati,
2002, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta:Gama Media
Subhan, Zaitunah,
1999, Tafsir Kebencian:Studi Bias Gender dalam Qur’an, Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta
Najwah, Nurun, 2005, Dilema
Perempuan, Dalam Lintas Agama dan Budaya, Yogyakarta: IISEP-CIDA