A. Historis NDP
Historis Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung, penyusunan tersebut belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negati lainnya.
Secara ringkas bisa di lihat di bawah ini:
1. Mukernas ke III di bandung merupakan awal perumusan NDP tepatnya pada saat ketum PB di pegang sahabat Abduh Paddare (1973-1977).
2. Konggres ke VII di cibubur (1-4 april 1981) pembahasan kerangka-kerangka NDP yang pada saat itu ketum PB adalah sahabat Muhyidin Arubusman (1981-1984).
3. Konggres ke VIII di bandung (15-20 mei 1985) pembahasan kerangka NDP oleh sidang komisi 1(organisasi) dengan ketum PB pada saat itu adalah sahabat Surya Darma Ali (1985-1988).dan pada bulan April terbentuk tim pembantu penyiap bahan NDP.
4. 30 September 1987 terbentuk tim penyusun NDP dengan sahabat M. Najrul Falakh S.H sebagai koordinator.
5. Dan akhirnya setelah selama kurang lebih 15 tahun penantian NDP pun mencapai finalisasi pada konggres ke IX (14-19 september 1988) di Wisma Haji surabaya dengan SK No:VIII/kong-PMII/IX/’88. Yang pada saat yang sama sahabat M Iqbal Assegaf terpilih sebagai ketum PB dengan sekjen Drs Abd Malik Ahmad.
Sungguh bukan waktu yang singkat, lima belas tahun sama dengan 2 lembar pembahasan pastilah karya itu bukan sesuatu yang tanpa nilai dan tujuan. Itulah NDP karya itu yang di ciptakan untuk menjadi roh dan pembangkit ghiroh para kader PMII, sebagai sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas para kader PMII dan sebagai pusat argumentasi, pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dari setiap aktivitas pergerakan.
Dalam kesempatan kali ini penulis tidak akan memaparkan NDP secara definitif mulai dari apa itu NDP, seperti apa fungsinya bagi kader, seperti apa kedudukanya bagi PMII dan yang terakhir seperti apa rumusan nilai-nilai yang di kandungnya hal itu di karena kan penulis yakin yang namanya kader PMII sudah pasti tahu tentang hal ihwal itu semua dan akan terasa lucu dan aneh sekali kalau memang masih ada kader yang belum tahu tentang hal itu. Hal yang di tekan kan oleh penulis dalam tulisan adalah rekontruksi pemikiran para kader yang selama ini telah menganggap NDP sebagai sebuah symbol semata.
Salah satu realitas yang paling sering penulis temui dan yang membuktikan kalau ternyata NDP di pahami secara dangkal(teoritis belaka) oleh para kader adalah banyaknya kader yang tidak paham kalau sebenarnya bukan hanya agama saja yang memerintahkan kita untuk menjadi hamba yang taat, melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya, tapi ternyata juga PMII memerintahkan kita lewat NDP nya. Coba lihat lagi di rumusan-rumusan NDP di situ ada point ‘Hubungan Manusia dengan Allah SWT’ .disitu penulis menemukan nilai praksis yaitu manusia sebagai kholifah dan ,manusia sebagai hamba. jadi jika kita di perintahkan untuk sholat ya kita sholat ketika kita di perintahkan untuk menjauhi zina ya kita jauhi, maka kalau kita tidak melaksanakan itu maka ada dua dosa yang telah kita lakukan yang pertama: kita berdosa kepada-Nya dan yang kedua: kita berdosa kepada organisasi PMII karena tidak memenuhi kewajiban sebagai kader PMII.(so mugkin tidak pantas mengaku jadi kader PMII).
Secara esensial NDP adalah suatu sublimasi Nilai Keislaman dan Keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai Dasar Pergerakan yang meliputi cakupan Akidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan islam tersebut PMII menjadikan ahlusunah wal jamaah sebagai manhaj al fikr untiuk mendekonstruksikan pemahaman agama.
Islam secara utuh dihayati dan diamalkan dengan mencapai setiap aspek, baik aspek aqidah (Iman), syari’ah (Islam) maupun etika, akhlak, dan tasawuf (Ihsan). NDP sebagai penegasan atas watak keindonesiaan organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Dengan ahlussunnah wal jama’ah mengenal kemerdekaan, persamaan, keadilan, toleransi, dan nilai perdamaian, maka kemajemukan etnis, budaya, dan agama menjadi potensi bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan.
Pengertian Arti, Fungsi dan Kedudukan
1. Arti
NDP adalah rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia dengan menggunakan kerangka pendekatan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Dalam definisi ini kalau dicermati ada tiga poin yang harus dicermati dan digaris bawahi, yakni Islam, Negeri Indonesia, dan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, islam mendasari dan member spirit dan elan vital pergerakan yang meliputi cukupan iman (aspek aqidah), islam (aspek syariah) dan ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuh) dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain). Dan sebagai tempat semai dan tumbuh, kendonesian member area berpijak, bergerak dan memperkaya proses aktualisasi dan dinamika pergerakan.
NDP adalah tali pengikat (kalimatan sawa’) yang mempertemukan warga pergerakan dalam cita-cita perjuangan sesuai tujuan organisasi. Nilai dasar pergerakan menjadi sandaran organisasi dalam menegakkan tauhid di kehidupan sehari-hari, sebagai panduan nilai dalam berhubungan dengan Allah, dalam berhubungan dengan sesama manusia dan dalam berhubungan dengan alam. Oleh sebab itu seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar pergerakan, baik secara personal maupun bersama-sama.
NDP adalah rumusan nilai-nilai yang diturungkan secara langsung dari ajaran islam serta kenyataan masyarakat dan negri Indonesia, dengan kerangka pendekatan ahlu sunnah waljama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan iman (aspek aqidah), islam (aspek syari’ah), dan ihsan (aspek etika, akhlak, dan tasawuf) untuk memohon ridlo-Nya serta memohon keselamatan dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain).
Sebagai tempat hidup dan mati, negri maritime Indonesia merupakan rumah dan medan gerak organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Sebagai tempat semai dan tumbuh negri Indonesia telah member banyak kepada organisasi, oleh sebab itu organisasi dan setiap anggotanya wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
NDP adalah penegasan watak nilai keindonesiaan organisasi. Organisasi menggunakan ahlu sunnah waljama’ah sebagai pendekatan berpikir (manhaj al-fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam. Memilih ahlusunnah wal-jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam merupakan keniscayaan di tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan ahlusunnah wal-jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-huriyyat), persamaan(al-musawah), keadilan(al-‘adalah), toleransi(tasamuh), dan nilai perdamaian (al-shulh), maka kemajemukan etnis, budaya budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai manhaj al-fiqr sekaligus manhaj al- taghayuur al-ijtima’I (perubahan sosial) untuk mendekonstrusikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran , humanis, anti- kekerasan, Maka untuk lebih jelasnya alsan-alasan kenapa PMII mengambil poin-poin itu sebagai berikut:
a. Islam.
Selain memang PMII adalah Organisasi yang menyatakan diri sebagai Organisasi orang Islam, PMII juga meyakini dengan sepenuh hati bahwa agama Islam adalah Agamanya dan Agama yang paling sempurna. Maka dari itu semua anggota harus menghayati serta mengamalkan ajaran-ajarannya secara Kaffah, baik aspek Iman (Aqidah), Islam (Syari’ah), maupun aspek Ihsan (Etika, akhlak, dan tasawuf), untuk semata-mata memohon Ridlo Allah SWT serta memohon agar selamat di dunia dan di akherat kelak (Sa’adah fid Daroini).
b. Indonesia
Indonesia adalah negara dimana PMII hidup dan disemaikan, bahkan bisa dikatakan Negara Indonesia ialah Rumah serta medan gerakan dan perjuangan PMII. Oleh karena itu, sebagai penghuni Negara PMII dan anggotanya wajib memegang komitmen untuk memperjuangkan cita-cita kemerdekaannya dalam bidang apapun.
c. Aswaja
Selain memang Aswaja diyakini sebagai faham yang paling benar, PMII memilihnya juga didasrkan pada kondisi negara Indonesia, yakni negara yang majmuk baik agama, etnis, maupun budayanya. Oleh karena itu, dengan faham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al Hurriyah), persamaan (al Musawah), keadilan (al ‘Adalah), toleransi (at Tasamuh), dan nilai perdamaian (ash Sulhu) ini maka PMII dan anggotanya harus menjaga dan melestarikan kemajemukan tersebut. Dan pastinya hal itu dilakukan ketika tidak mengorbankan dan menyimpang dengan ke-“Islam”-an.
3. Fungsi
NDP berfungsi sebagai:
a. Kerangka Ideologis
1. Menjadi penegak tekad dan keyakinan anggota untuk bergerak dan berjuang mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi. Dan Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologis di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialetika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan social yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
2. Menjadi landasan berfikir dan etos gerak anggota untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing.
b. Kerangka Refleksi
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu manjadi sesuatu yang mengikat, absolute, total, universal berlaku menembus keberbagian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Kerangka refleksi ini, karenanya, menjadi moralitas sekaligus tujuan absolute dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan,dll.
Sebagai kerangka refleksi, NDP merupakan ruang untuk melihat dan merenungkan kembali secara jernih setiap gerakan dan tindakan organisasi yang telah dan akan dilakukan telah mendekati NDP atau tidak. Hal ini dilakukan dengan cara mendialogkan antara gerakan dan tindakan tersebut dengan NDP secara terus menerus.
c. Kerangka Aksi
Sebagai kerangka aksi, NDP merupakan landasan etos gerak organisasi dan anggota. Tahap ini sebenarnya ialah tahap kedua setelah dilakukannya refleksi, dalam arti setelah dilakukan refleksi maka selanjutkan harus berikhtiar untuk mewujudkannya dalam bentuk aksi (nyata) dan kemudian setelah selesai dilakukan refleksi kembali. Proses circle ini harus dilakukan secara terus menerus, dengan maksud selain supaya tetap dalam lingkaran NDP juga supaya NDP itu sendiri bisa benar-benar mendarah daging pada anggota. Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pengetarun aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran social yang akan memperkuat tingkat kebenaran- kebenaran factual. Kebenaran factual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkanwarga pergerakan menguji, memperkuat atau bahkan memperbaharui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika social yang senantiasa berubah (Mutasyabihat, Dzonm)
4. Kedudukan
Kedudukan NDP adalah:
a. Menjadi rujukan utama setiap produk hukum dan kegiatan organisasi.
b. Menjadi sumber kekuatan ideal setiap kegiatan organisasi.
c. Menjadi pijakan argumentasi dan pengikat kebebasan berfikir, berbicara dan bertindak setiap anggota.
Dari sublimasi antara nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai keindonesian, NDP dirumuskan menjadi 4 poin, yakni Tauhid, Hubungan Manusia dengan Tuhan (Hablu Minallah), Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablu Minannas), Hubungan manusia dengan Alam (Hablu Minalalam). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
B. Rumusan Nilai-Nilai Dasar Pergerakan
1. Tauhid
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia. (al-Ikhlas, al-Baqarah, 130-131. Al-Hasyr).
"Katakanlah Dia-lah Alloh Yang Maha Esa,
Alloh yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
Tidak beranak dan tidak pula diperanakan,
dan Tiada satupun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas1-4).
Surah al-baqarah ayat 130-132
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shaleh. (QS. Al-Baqarah: 130)
Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab: ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’ (QS. Al-Baqarah: 131)
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah:132
22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
23. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, dan juga Allah adalah dzat yang fungsional
Kedua, keyakinan seperti di atas merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada hal yang goib.
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”, (QS Al Baqoroh ayat 3).
Ketiga, oleh karena itu Tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sarana keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan melalui perbuatan. Maka, konsekuensinya PMII harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam segala tindak keidupannya.
Selain itu, dengan keyakinan ini, PMII harus mampu memisahkan dengan tegas antara hal-hal yang profane dan yang sacral. Selain atas Allah SWT boleh dilakukan dekonstruksi dan desakralisasi. Sehingga tidak terjadi penghambaan pada hal-hal yang sifatnya profane.
Keempat, PMII memilih pendekatan Ahlussunnah wal Jama’ah untuk memahami dan menghayati keyakinan Tauhid.
2. Hubungan Manusia Dengan Allah
Allah SWT menciptakan manusia lebih sempurna disbanding makhluk Allah SWT yang lain. Kelebihan itu ialah pemberian daya piker, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral daripadanya. Dengan kelebihan ini pula, manusia memerankan dua fungsi sekaligus dengan seimbang, yakni sebagai Kholifah fil Ardl dan sebagai Hamba Allah.
Allah SWT menciptakan manusia sebaik–baiknya kejadian (Ahsanittaqwim) dan menganugrahkan yang terhormat kepada manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kedudukan itu ditandai dengan pertama, pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Dalam potensi tersebut, sangat memungkinkan manusia menjalankan dua fungsi, fungsi hamba dan fungsi kholifah fil ardri. Sebagai hamba, manusia harus selalu melaksanakan ketentuen–ketentuan Allah SWT, dan perintah–perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk itu manusia diberi kesadaran moral yang harus selalu dirawat kalau manusia tidak ingin terjatuh kedalam kedudukan yang sangat rendah.
Sebagai kholifah di bumi, manusia harus memberanikan diri untuk mengemban amanat yang maha berat yang ditawarkan Allah SWT kepada manusia. Kedua pola tersebut berfungsi secara simbangang, lurus dan teguh. Juga harus dijalankan hanya dengan keikhlasan mengharap ridha dari Allah SWT semata dengan terus dengan melakukan ikhtiar secara optimal sedangkan mengenai hasil sepenuhnya hanya milik Allah SWT.
Dengan kedua pola hubungan dengan Allah SWT tersebut, PMII harus menyadari arti niat dan ikhtiar sekaligus ketaqwaan dan kerendahan diri pada Allah. PMII harus berusaha sekuat tenaga dan kemudian menyerahkannya hasilnya kepada Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang merdeka menentukan dirinya , namun tetap terbatasi oleh ketentuan-ketentuan yang dikehendaki Allah SWT, Takdir.
Selain itu, dengan karunia akal dan fitrah uluhiyah (Fitrah yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan), manusia dimungkinkan untuk menirukan kemahakuasaan Allah SWT. Dalam arti manusia mampu membumikan kemahakuasaan Allah SWT melalui dirinya. Semisal Allah Maha Rahman dan Rohim kepada hamba-Nya, maka bagaimana manusia itu berusaha untuk Rohman dan Rohim kepada sesamanya dan lain sebaginya. Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan mananugrahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya piker, kemampuan berkereasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerangkan fungsinya sebagai khalifa dan hamba allah. Dalam kehidupan sebagai khalifa, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah tawarkan kepada mahluknya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu semua dilengkapi dengan kesadaran moral yang slalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. ( Al- IMron ayat 153, Hud ayat 88)
Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah sebagai hamba allah. (Al- ana’am 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al- Hajr ayat 29, Al- Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukannya dan fungsi mannusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkanprinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah harus juga dijalani dengan ikhlas. (Al- ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlan dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalAh ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. (Al- hadid ayat 22) Dengan demekian berarti diberikan penekenan kepada proses menjadi insane yang mengembankandua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada ALLAh. (Al- imron ayat 159)
. (QS Al Dzariat: 56, QS Al A’ruf: 179, QS Al Qashash: 27)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS Al Dzariat: 56,).
Dengan karunia Allah, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan Allah, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akn tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi kemahauasaannya itu. Sebab DALAM arti manusia terapat fitrah uluhiyya, yakni fitra suci yang slalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadanya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al- quddus . Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar- Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi ar-ghoniyya. DEengan demikian pula, dengan oera ke-maha-an Allah yang lain, as- Salam, al- Mur’in dan sebagainya. (AL- BAQOROH ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al- A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-nahl ayat 3, Bani israil ayat 44, Al- Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al- Zamr ayat 5, QAf ayat 38, Al- fuqron ayat 59, Al- hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan yang apa yAng telah diupayakan. Karenaya manusia dituntut untuk slalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik scara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. (Al-RA’d ayat 8, Al-hAjr ayat 21, Al- An’am ayat 96, Yasin ayat 38, AL- SAjadah ayat 12, Al- Furqon ayat 2, Al- Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia dikarunia kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu di pagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selaluh tunduk pada sunnahnya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al- Baqoroh ayat 164, Al- Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al- Nahl ayat 12, Al- Rum ayat 22, Al- Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh. Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas denga hasil jerih payah dan karyanya.
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan mananugrahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya piker, kemampuan berkereasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerangkan fungsinya sebagai khalifa dan hamba allah. Dalam kehidupan sebagai khalifa, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah tawarkan kepada mahluknya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu semua dilengkapi dengan kesadaran moral yang slalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. ( Al- IMron ayat 153, Hud ayat 88)
Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah sebagai hamba allah. (Al- ana’am 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al- Hajr ayat 29, Al- Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukannya dan fungsi mannusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkanprinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah harus juga dijalani dengan ikhlas. (Al- ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlan dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalAh ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. (Al- hadid ayat 22) Dengan demekian berarti diberikan penekenan kepada proses menjadi insane yang mengembankandua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada ALLAh. (Al- imron ayat 159)
Dengan karunia Allah, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan Allah, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akn tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi kemahauasaannya itu. Sebab DALAM arti manusia terapat fitrah uluhiyya, yakni fitra suci yang slalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadanya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al- quddus . Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar- Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi ar-ghoniyya. DEengan demikian pula, dengan oera ke-maha-an Allah yang lain, as- Salam, al- Mur’in dan sebagainya. (AL- BAQOROH ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al- A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-nahl ayat 3, Bani israil ayat 44, Al- Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al- Zamr ayat 5, QAf ayat 38, Al- fuqron ayat 59, Al- hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan yang apa yAng telah diupayakan. Karenaya manusia dituntut untuk slalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik scara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. (Al-RA’d ayat 8, Al-hAjr ayat 21, Al- An’am ayat 96, Yasin ayat 38, AL- SAjadah ayat 12, Al- Furqon ayat 2, Al- Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia dikarunia kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu di pagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selaluh tunduk pada sunnahnya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al- Baqoroh ayat 164, Al- Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al- Nahl ayat 12, Al- Rum ayat 22, Al- Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh. Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas denga hasil jerih payah dan karyanya.
3. Hubungan Manusia Dengan Manusia
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia disbanding makhluk Allah SWT lainnya. Meski demikian, manusia satu dengan manusia lainnya tidaklah sama, maksudnya setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhan dan mewujudkan eksistensi dirinya, manusia membutuhkan kerjasama dengan yang lain. Kerjasama ini, tidak akan tercapai dengan baik jika manusia tidak mempunyai sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog yang egaliter serta perasaan kesetaraan antar sesamanya. Sebagimana telah difirmankan Allah SWT dalam Surat al-Hujurat :13.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Untuk lebih jelasnya, nilai-nilai dalam hubungan antar manusia di atas tercakup dalam persaudaraan antara insan pergerakan, persaudaraan sesama umat islam, persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan antar sesama manusia. Khusus untuk berhubungan dengan non muslim (sesama manusia), maka hubungan tersebut dilakukan guna membentuk kehidupan yang lebih baik tanpa mengorbankan keyakinan dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna.(QS. Al Kafirun).
Dengan keyakinan ini, maka bisa ditarik kepahaman bahwa perjuangan PMII tidak mengenal batas, entah batas agama, ras, etnis atupun yang lainnya. Siapa yang tertindas dan terdlolimi haknya, maka kepada merekalah PMII berpihak.
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan Allah yang lain. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggungjawab dan amanat dari Allah yang disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya (al- mu’minun,115). Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang di miliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus berjuang dan menunujukkan peran yang di cita-citakan.
Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya (al hujurat, 13). Setiap manusia memiliki kekurangan (at- takasur; al- humazah; al- ma’un; az-zuma5,49; al- hajj,66) dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya (al-mu’minun, 57-61), tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, karena kesadaran ini.
4. Hubungan Manusia Dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya. Selian menciptakannya, Allah SWT juga menentukan ukuran dan hukum-hukum terhadapnya serta menundukkannya kepada manusia.
Dengan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang terdapat pada alam, manusia bisa menjadikannya sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan eksistensinya. (al Jaatsiyah,12-13). Kemudian dengan diketahuinya ukuran dan hukum serta penundukannya terhadap manusia, hal ini dimaksudkan supaya manusia bisa mengambil kemanfatan terhadap alam semesta dengan tanpa berlebihan, bukan hanya menjadikannya sebagai objek eksploitasi. (ar-Rum, 41).
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ,( QS. Al Qoshash:77).
Dia menentukan ukuran dan hukum – hukum-Nya. (QS. An Nahl:122, Al baqoroh:130, Al ankabut:38).
“Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”
Sebagaimana yang telah dipahami bersama, yakni manusia satu dengan manusia lainnya adalah setara baik hak dan derajat kecuali ketaqwaannya, maka hak untuk menikmati dan memanfaatkan alam semesta pun juga harus sama, tidak dibenarkan jika salah satunya memonopoli daripada yang lainnya. Singkatnya, pemanfaatan alam semesta ini harus seimbang dan untuk kemakmuran bersama (al-Mu’minun, 17-22). Wallahu A’lam Bish-Showab
Historis Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung, penyusunan tersebut belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negati lainnya.
Secara ringkas bisa di lihat di bawah ini:
1. Mukernas ke III di bandung merupakan awal perumusan NDP tepatnya pada saat ketum PB di pegang sahabat Abduh Paddare (1973-1977).
2. Konggres ke VII di cibubur (1-4 april 1981) pembahasan kerangka-kerangka NDP yang pada saat itu ketum PB adalah sahabat Muhyidin Arubusman (1981-1984).
3. Konggres ke VIII di bandung (15-20 mei 1985) pembahasan kerangka NDP oleh sidang komisi 1(organisasi) dengan ketum PB pada saat itu adalah sahabat Surya Darma Ali (1985-1988).dan pada bulan April terbentuk tim pembantu penyiap bahan NDP.
4. 30 September 1987 terbentuk tim penyusun NDP dengan sahabat M. Najrul Falakh S.H sebagai koordinator.
5. Dan akhirnya setelah selama kurang lebih 15 tahun penantian NDP pun mencapai finalisasi pada konggres ke IX (14-19 september 1988) di Wisma Haji surabaya dengan SK No:VIII/kong-PMII/IX/’88. Yang pada saat yang sama sahabat M Iqbal Assegaf terpilih sebagai ketum PB dengan sekjen Drs Abd Malik Ahmad.
Sungguh bukan waktu yang singkat, lima belas tahun sama dengan 2 lembar pembahasan pastilah karya itu bukan sesuatu yang tanpa nilai dan tujuan. Itulah NDP karya itu yang di ciptakan untuk menjadi roh dan pembangkit ghiroh para kader PMII, sebagai sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas para kader PMII dan sebagai pusat argumentasi, pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dari setiap aktivitas pergerakan.
Dalam kesempatan kali ini penulis tidak akan memaparkan NDP secara definitif mulai dari apa itu NDP, seperti apa fungsinya bagi kader, seperti apa kedudukanya bagi PMII dan yang terakhir seperti apa rumusan nilai-nilai yang di kandungnya hal itu di karena kan penulis yakin yang namanya kader PMII sudah pasti tahu tentang hal ihwal itu semua dan akan terasa lucu dan aneh sekali kalau memang masih ada kader yang belum tahu tentang hal itu. Hal yang di tekan kan oleh penulis dalam tulisan adalah rekontruksi pemikiran para kader yang selama ini telah menganggap NDP sebagai sebuah symbol semata.
Salah satu realitas yang paling sering penulis temui dan yang membuktikan kalau ternyata NDP di pahami secara dangkal(teoritis belaka) oleh para kader adalah banyaknya kader yang tidak paham kalau sebenarnya bukan hanya agama saja yang memerintahkan kita untuk menjadi hamba yang taat, melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya, tapi ternyata juga PMII memerintahkan kita lewat NDP nya. Coba lihat lagi di rumusan-rumusan NDP di situ ada point ‘Hubungan Manusia dengan Allah SWT’ .disitu penulis menemukan nilai praksis yaitu manusia sebagai kholifah dan ,manusia sebagai hamba. jadi jika kita di perintahkan untuk sholat ya kita sholat ketika kita di perintahkan untuk menjauhi zina ya kita jauhi, maka kalau kita tidak melaksanakan itu maka ada dua dosa yang telah kita lakukan yang pertama: kita berdosa kepada-Nya dan yang kedua: kita berdosa kepada organisasi PMII karena tidak memenuhi kewajiban sebagai kader PMII.(so mugkin tidak pantas mengaku jadi kader PMII).
Secara esensial NDP adalah suatu sublimasi Nilai Keislaman dan Keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai Dasar Pergerakan yang meliputi cakupan Akidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan islam tersebut PMII menjadikan ahlusunah wal jamaah sebagai manhaj al fikr untiuk mendekonstruksikan pemahaman agama.
Islam secara utuh dihayati dan diamalkan dengan mencapai setiap aspek, baik aspek aqidah (Iman), syari’ah (Islam) maupun etika, akhlak, dan tasawuf (Ihsan). NDP sebagai penegasan atas watak keindonesiaan organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Dengan ahlussunnah wal jama’ah mengenal kemerdekaan, persamaan, keadilan, toleransi, dan nilai perdamaian, maka kemajemukan etnis, budaya, dan agama menjadi potensi bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan.
Pengertian Arti, Fungsi dan Kedudukan
1. Arti
NDP adalah rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia dengan menggunakan kerangka pendekatan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Dalam definisi ini kalau dicermati ada tiga poin yang harus dicermati dan digaris bawahi, yakni Islam, Negeri Indonesia, dan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, islam mendasari dan member spirit dan elan vital pergerakan yang meliputi cukupan iman (aspek aqidah), islam (aspek syariah) dan ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuh) dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain). Dan sebagai tempat semai dan tumbuh, kendonesian member area berpijak, bergerak dan memperkaya proses aktualisasi dan dinamika pergerakan.
NDP adalah tali pengikat (kalimatan sawa’) yang mempertemukan warga pergerakan dalam cita-cita perjuangan sesuai tujuan organisasi. Nilai dasar pergerakan menjadi sandaran organisasi dalam menegakkan tauhid di kehidupan sehari-hari, sebagai panduan nilai dalam berhubungan dengan Allah, dalam berhubungan dengan sesama manusia dan dalam berhubungan dengan alam. Oleh sebab itu seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar pergerakan, baik secara personal maupun bersama-sama.
NDP adalah rumusan nilai-nilai yang diturungkan secara langsung dari ajaran islam serta kenyataan masyarakat dan negri Indonesia, dengan kerangka pendekatan ahlu sunnah waljama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan iman (aspek aqidah), islam (aspek syari’ah), dan ihsan (aspek etika, akhlak, dan tasawuf) untuk memohon ridlo-Nya serta memohon keselamatan dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain).
Sebagai tempat hidup dan mati, negri maritime Indonesia merupakan rumah dan medan gerak organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Sebagai tempat semai dan tumbuh negri Indonesia telah member banyak kepada organisasi, oleh sebab itu organisasi dan setiap anggotanya wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
NDP adalah penegasan watak nilai keindonesiaan organisasi. Organisasi menggunakan ahlu sunnah waljama’ah sebagai pendekatan berpikir (manhaj al-fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam. Memilih ahlusunnah wal-jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam merupakan keniscayaan di tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan ahlusunnah wal-jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-huriyyat), persamaan(al-musawah), keadilan(al-‘adalah), toleransi(tasamuh), dan nilai perdamaian (al-shulh), maka kemajemukan etnis, budaya budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai manhaj al-fiqr sekaligus manhaj al- taghayuur al-ijtima’I (perubahan sosial) untuk mendekonstrusikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran , humanis, anti- kekerasan, Maka untuk lebih jelasnya alsan-alasan kenapa PMII mengambil poin-poin itu sebagai berikut:
a. Islam.
Selain memang PMII adalah Organisasi yang menyatakan diri sebagai Organisasi orang Islam, PMII juga meyakini dengan sepenuh hati bahwa agama Islam adalah Agamanya dan Agama yang paling sempurna. Maka dari itu semua anggota harus menghayati serta mengamalkan ajaran-ajarannya secara Kaffah, baik aspek Iman (Aqidah), Islam (Syari’ah), maupun aspek Ihsan (Etika, akhlak, dan tasawuf), untuk semata-mata memohon Ridlo Allah SWT serta memohon agar selamat di dunia dan di akherat kelak (Sa’adah fid Daroini).
b. Indonesia
Indonesia adalah negara dimana PMII hidup dan disemaikan, bahkan bisa dikatakan Negara Indonesia ialah Rumah serta medan gerakan dan perjuangan PMII. Oleh karena itu, sebagai penghuni Negara PMII dan anggotanya wajib memegang komitmen untuk memperjuangkan cita-cita kemerdekaannya dalam bidang apapun.
c. Aswaja
Selain memang Aswaja diyakini sebagai faham yang paling benar, PMII memilihnya juga didasrkan pada kondisi negara Indonesia, yakni negara yang majmuk baik agama, etnis, maupun budayanya. Oleh karena itu, dengan faham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al Hurriyah), persamaan (al Musawah), keadilan (al ‘Adalah), toleransi (at Tasamuh), dan nilai perdamaian (ash Sulhu) ini maka PMII dan anggotanya harus menjaga dan melestarikan kemajemukan tersebut. Dan pastinya hal itu dilakukan ketika tidak mengorbankan dan menyimpang dengan ke-“Islam”-an.
3. Fungsi
NDP berfungsi sebagai:
a. Kerangka Ideologis
1. Menjadi penegak tekad dan keyakinan anggota untuk bergerak dan berjuang mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi. Dan Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologis di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialetika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan social yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.
2. Menjadi landasan berfikir dan etos gerak anggota untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing.
b. Kerangka Refleksi
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu manjadi sesuatu yang mengikat, absolute, total, universal berlaku menembus keberbagian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Kerangka refleksi ini, karenanya, menjadi moralitas sekaligus tujuan absolute dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan,dll.
Sebagai kerangka refleksi, NDP merupakan ruang untuk melihat dan merenungkan kembali secara jernih setiap gerakan dan tindakan organisasi yang telah dan akan dilakukan telah mendekati NDP atau tidak. Hal ini dilakukan dengan cara mendialogkan antara gerakan dan tindakan tersebut dengan NDP secara terus menerus.
c. Kerangka Aksi
Sebagai kerangka aksi, NDP merupakan landasan etos gerak organisasi dan anggota. Tahap ini sebenarnya ialah tahap kedua setelah dilakukannya refleksi, dalam arti setelah dilakukan refleksi maka selanjutkan harus berikhtiar untuk mewujudkannya dalam bentuk aksi (nyata) dan kemudian setelah selesai dilakukan refleksi kembali. Proses circle ini harus dilakukan secara terus menerus, dengan maksud selain supaya tetap dalam lingkaran NDP juga supaya NDP itu sendiri bisa benar-benar mendarah daging pada anggota. Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pengetarun aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran social yang akan memperkuat tingkat kebenaran- kebenaran factual. Kebenaran factual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkanwarga pergerakan menguji, memperkuat atau bahkan memperbaharui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika social yang senantiasa berubah (Mutasyabihat, Dzonm)
4. Kedudukan
Kedudukan NDP adalah:
a. Menjadi rujukan utama setiap produk hukum dan kegiatan organisasi.
b. Menjadi sumber kekuatan ideal setiap kegiatan organisasi.
c. Menjadi pijakan argumentasi dan pengikat kebebasan berfikir, berbicara dan bertindak setiap anggota.
Dari sublimasi antara nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai keindonesian, NDP dirumuskan menjadi 4 poin, yakni Tauhid, Hubungan Manusia dengan Tuhan (Hablu Minallah), Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablu Minannas), Hubungan manusia dengan Alam (Hablu Minalalam). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
B. Rumusan Nilai-Nilai Dasar Pergerakan
1. Tauhid
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia. (al-Ikhlas, al-Baqarah, 130-131. Al-Hasyr).
"Katakanlah Dia-lah Alloh Yang Maha Esa,
Alloh yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
Tidak beranak dan tidak pula diperanakan,
dan Tiada satupun yang setara dengan Dia." (QS. Al Ikhlas1-4).
Surah al-baqarah ayat 130-132
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shaleh. (QS. Al-Baqarah: 130)
Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab: ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’ (QS. Al-Baqarah: 131)
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah:132
22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
23. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, dan juga Allah adalah dzat yang fungsional
Kedua, keyakinan seperti di atas merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada hal yang goib.
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”, (QS Al Baqoroh ayat 3).
Ketiga, oleh karena itu Tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sarana keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan melalui perbuatan. Maka, konsekuensinya PMII harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai-nilai tauhid dalam segala tindak keidupannya.
Selain itu, dengan keyakinan ini, PMII harus mampu memisahkan dengan tegas antara hal-hal yang profane dan yang sacral. Selain atas Allah SWT boleh dilakukan dekonstruksi dan desakralisasi. Sehingga tidak terjadi penghambaan pada hal-hal yang sifatnya profane.
Keempat, PMII memilih pendekatan Ahlussunnah wal Jama’ah untuk memahami dan menghayati keyakinan Tauhid.
2. Hubungan Manusia Dengan Allah
Allah SWT menciptakan manusia lebih sempurna disbanding makhluk Allah SWT yang lain. Kelebihan itu ialah pemberian daya piker, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral daripadanya. Dengan kelebihan ini pula, manusia memerankan dua fungsi sekaligus dengan seimbang, yakni sebagai Kholifah fil Ardl dan sebagai Hamba Allah.
Allah SWT menciptakan manusia sebaik–baiknya kejadian (Ahsanittaqwim) dan menganugrahkan yang terhormat kepada manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kedudukan itu ditandai dengan pertama, pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Dalam potensi tersebut, sangat memungkinkan manusia menjalankan dua fungsi, fungsi hamba dan fungsi kholifah fil ardri. Sebagai hamba, manusia harus selalu melaksanakan ketentuen–ketentuan Allah SWT, dan perintah–perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk itu manusia diberi kesadaran moral yang harus selalu dirawat kalau manusia tidak ingin terjatuh kedalam kedudukan yang sangat rendah.
Sebagai kholifah di bumi, manusia harus memberanikan diri untuk mengemban amanat yang maha berat yang ditawarkan Allah SWT kepada manusia. Kedua pola tersebut berfungsi secara simbangang, lurus dan teguh. Juga harus dijalankan hanya dengan keikhlasan mengharap ridha dari Allah SWT semata dengan terus dengan melakukan ikhtiar secara optimal sedangkan mengenai hasil sepenuhnya hanya milik Allah SWT.
Dengan kedua pola hubungan dengan Allah SWT tersebut, PMII harus menyadari arti niat dan ikhtiar sekaligus ketaqwaan dan kerendahan diri pada Allah. PMII harus berusaha sekuat tenaga dan kemudian menyerahkannya hasilnya kepada Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang merdeka menentukan dirinya , namun tetap terbatasi oleh ketentuan-ketentuan yang dikehendaki Allah SWT, Takdir.
Selain itu, dengan karunia akal dan fitrah uluhiyah (Fitrah yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan), manusia dimungkinkan untuk menirukan kemahakuasaan Allah SWT. Dalam arti manusia mampu membumikan kemahakuasaan Allah SWT melalui dirinya. Semisal Allah Maha Rahman dan Rohim kepada hamba-Nya, maka bagaimana manusia itu berusaha untuk Rohman dan Rohim kepada sesamanya dan lain sebaginya. Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan mananugrahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya piker, kemampuan berkereasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerangkan fungsinya sebagai khalifa dan hamba allah. Dalam kehidupan sebagai khalifa, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah tawarkan kepada mahluknya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu semua dilengkapi dengan kesadaran moral yang slalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. ( Al- IMron ayat 153, Hud ayat 88)
Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah sebagai hamba allah. (Al- ana’am 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al- Hajr ayat 29, Al- Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukannya dan fungsi mannusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkanprinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah harus juga dijalani dengan ikhlas. (Al- ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlan dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalAh ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. (Al- hadid ayat 22) Dengan demekian berarti diberikan penekenan kepada proses menjadi insane yang mengembankandua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada ALLAh. (Al- imron ayat 159)
. (QS Al Dzariat: 56, QS Al A’ruf: 179, QS Al Qashash: 27)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS Al Dzariat: 56,).
Dengan karunia Allah, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan Allah, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akn tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi kemahauasaannya itu. Sebab DALAM arti manusia terapat fitrah uluhiyya, yakni fitra suci yang slalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadanya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al- quddus . Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar- Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi ar-ghoniyya. DEengan demikian pula, dengan oera ke-maha-an Allah yang lain, as- Salam, al- Mur’in dan sebagainya. (AL- BAQOROH ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al- A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-nahl ayat 3, Bani israil ayat 44, Al- Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al- Zamr ayat 5, QAf ayat 38, Al- fuqron ayat 59, Al- hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan yang apa yAng telah diupayakan. Karenaya manusia dituntut untuk slalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik scara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. (Al-RA’d ayat 8, Al-hAjr ayat 21, Al- An’am ayat 96, Yasin ayat 38, AL- SAjadah ayat 12, Al- Furqon ayat 2, Al- Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia dikarunia kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu di pagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selaluh tunduk pada sunnahnya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al- Baqoroh ayat 164, Al- Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al- Nahl ayat 12, Al- Rum ayat 22, Al- Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh. Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas denga hasil jerih payah dan karyanya.
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan mananugrahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya piker, kemampuan berkereasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerangkan fungsinya sebagai khalifa dan hamba allah. Dalam kehidupan sebagai khalifa, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah tawarkan kepada mahluknya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuannya. Untuk itu semua dilengkapi dengan kesadaran moral yang slalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. ( Al- IMron ayat 153, Hud ayat 88)
Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah sebagai hamba allah. (Al- ana’am 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al- Hajr ayat 29, Al- Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukannya dan fungsi mannusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkanprinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah harus juga dijalani dengan ikhlas. (Al- ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlan dari Allah. Sehingga pusat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalAh ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. (Al- hadid ayat 22) Dengan demekian berarti diberikan penekenan kepada proses menjadi insane yang mengembankandua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada ALLAh. (Al- imron ayat 159)
Dengan karunia Allah, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan Allah, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akn tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi kemahauasaannya itu. Sebab DALAM arti manusia terapat fitrah uluhiyya, yakni fitra suci yang slalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadanya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al- quddus . Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar- Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi ar-ghoniyya. DEengan demikian pula, dengan oera ke-maha-an Allah yang lain, as- Salam, al- Mur’in dan sebagainya. (AL- BAQOROH ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al- A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-nahl ayat 3, Bani israil ayat 44, Al- Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al- Zamr ayat 5, QAf ayat 38, Al- fuqron ayat 59, Al- hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan yang apa yAng telah diupayakan. Karenaya manusia dituntut untuk slalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik scara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat. (Al-RA’d ayat 8, Al-hAjr ayat 21, Al- An’am ayat 96, Yasin ayat 38, AL- SAjadah ayat 12, Al- Furqon ayat 2, Al- Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia dikarunia kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu di pagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana. Semua alam semesta selaluh tunduk pada sunnahnya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al- Baqoroh ayat 164, Al- Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al- Nahl ayat 12, Al- Rum ayat 22, Al- Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh. Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas denga hasil jerih payah dan karyanya.
3. Hubungan Manusia Dengan Manusia
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia disbanding makhluk Allah SWT lainnya. Meski demikian, manusia satu dengan manusia lainnya tidaklah sama, maksudnya setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhan dan mewujudkan eksistensi dirinya, manusia membutuhkan kerjasama dengan yang lain. Kerjasama ini, tidak akan tercapai dengan baik jika manusia tidak mempunyai sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog yang egaliter serta perasaan kesetaraan antar sesamanya. Sebagimana telah difirmankan Allah SWT dalam Surat al-Hujurat :13.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Untuk lebih jelasnya, nilai-nilai dalam hubungan antar manusia di atas tercakup dalam persaudaraan antara insan pergerakan, persaudaraan sesama umat islam, persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan antar sesama manusia. Khusus untuk berhubungan dengan non muslim (sesama manusia), maka hubungan tersebut dilakukan guna membentuk kehidupan yang lebih baik tanpa mengorbankan keyakinan dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna.(QS. Al Kafirun).
Dengan keyakinan ini, maka bisa ditarik kepahaman bahwa perjuangan PMII tidak mengenal batas, entah batas agama, ras, etnis atupun yang lainnya. Siapa yang tertindas dan terdlolimi haknya, maka kepada merekalah PMII berpihak.
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan Allah yang lain. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggungjawab dan amanat dari Allah yang disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya (al- mu’minun,115). Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang di miliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus berjuang dan menunujukkan peran yang di cita-citakan.
Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya (al hujurat, 13). Setiap manusia memiliki kekurangan (at- takasur; al- humazah; al- ma’un; az-zuma5,49; al- hajj,66) dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya (al-mu’minun, 57-61), tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, karena kesadaran ini.
4. Hubungan Manusia Dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya. Selian menciptakannya, Allah SWT juga menentukan ukuran dan hukum-hukum terhadapnya serta menundukkannya kepada manusia.
Dengan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang terdapat pada alam, manusia bisa menjadikannya sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan eksistensinya. (al Jaatsiyah,12-13). Kemudian dengan diketahuinya ukuran dan hukum serta penundukannya terhadap manusia, hal ini dimaksudkan supaya manusia bisa mengambil kemanfatan terhadap alam semesta dengan tanpa berlebihan, bukan hanya menjadikannya sebagai objek eksploitasi. (ar-Rum, 41).
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ,( QS. Al Qoshash:77).
Dia menentukan ukuran dan hukum – hukum-Nya. (QS. An Nahl:122, Al baqoroh:130, Al ankabut:38).
“Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”
Sebagaimana yang telah dipahami bersama, yakni manusia satu dengan manusia lainnya adalah setara baik hak dan derajat kecuali ketaqwaannya, maka hak untuk menikmati dan memanfaatkan alam semesta pun juga harus sama, tidak dibenarkan jika salah satunya memonopoli daripada yang lainnya. Singkatnya, pemanfaatan alam semesta ini harus seimbang dan untuk kemakmuran bersama (al-Mu’minun, 17-22). Wallahu A’lam Bish-Showab